Dalam
sejarah Islam terkenal sebuah kisah tentang fitnah yang menimpa ‘Aisyah
RA isteri Rasulullah SAW, yang telah diftnah berbuat selingkuh dengan
salah seorang shahabat bernama Shafwan bin Mu’aththal. Orang-orang
munafiq menghembuskan fitnah itu dalam rancangan memalukan keluarga
Rasulullah SAW.
Dengan
menyebarkan fitnah itu mereka berharap bahawa Rasulullah SAW beserta
keluarganya akan kehilangan kepercayaan dari kaum muslimin. Kepercayaan
adalah pintu kesetiaan, kesetiaan adalah pintu untuk mendapatkan
dukungan dan dukungan adalah pintu untuk meraih keberhasilan.
Maka
untuk menggagalkan dukungan dari kaum muslimin, orang-orang munafiq
menyebarkan fitnah untuk menghilangkan kepercayaan kaum muslimin kepada
Rasulullah dan keluarganya.
Begitu
besarnya bahaya fitnah tersebut terhadap kelangsungan dakwah Rasulullah
SAW, maka Allah merasa perlu membersihkan nama ‘Aisyah dengan
menurunkan beberapa ayat-Nya, QS. An-Nuur : 12
“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata”. Juga firman Allah yang artinya, “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar”. [QS. An-Nuur : 15-16]
Allah juga menandaskan bahawa fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan [QS Al Baqarah : 191].
Maksudnya:
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim.
Wasallam.
No comments:
Post a Comment